Rabu, 01 Mei 2013

(4)

aku membayangkan tentang
bandaraya menari pada
sepotong hati
melumut..


ah, aku merindukan kau.
begitu buram di sini. 
 
 

(3)

 
 
sebuah cinta adalah sungai
berhulu jauh
bermuara pada laut
nan teduh

dari hulunya sejuk dan dingin
sebagiannya dari pandang beku yang suram
bermuara pada hangat dan asin
seperti tangismu
yang rindu

dari batu besar pongah nan terjal
menjelma
butir butir pasir
lembut di hilir 
 
 

 

(2) ...

 
 
bagaimana aku mampu
menuliskan puisi
sedang rasa ini tak bisa kudefinisi

bagaimana aku bisa
membuat sebuah cerita
sedang bersamamu adalah kisah terindah tanpa kata
 
ribuan mantra tersebar di kepala
sedang untuk berkata
'i love you' saja
aku tak bisa

tak setiap tanya akan menemukan jawab
tak setiap rasa harus kuungkap
semua tak harus tersurat kan?
apa yang tulus dari hati, pasti sampai juga ke hati kan? 
 
 
 

Selasa, 26 Februari 2013

sedikit catatan...

Hidup menjadi lebih indah karena kita yang memberinya warna. Kehidupan menjadi lebih berarti karena kita yang memberinya rasa. Terkadang ada saatnya kita merasa lelah, bukan berarti kita harus menyerah. Menepilah, namun bukan berhenti. Jalan tak selamanya lurus, namun bukan berarti kita harus menyimpang dan berbelok, apalagi berbalik arah. Setiap keputusan yang diambil , memiliki konsekuensi masing-masing. Tidak ada yang gratis, selalu ada yang harus dikorbankan. Dua tiga anak tangga yang kau lewati,, mungkin terkadang akan kau sesali, tapi lihat apa yang kau temukan. Semua ini bukan tentang apa-apa yang hilang, semua bukan tentang apa yang kau cari, tetapi lebih kepada, apa yang kau temukan.."

Helm dan Sahrukh Khan

Dia berhasil menangkapku setelah berlarian mengejarku di antara pepohonan. Senyumnya terkembang, nafasnya sedikit ngos-ngosan. Kami bersitatap, wajahnya begitu dekat, teramat dekat, sehingga aku bisa mendengar aliran nafasnya naik turun. Tatapannya menghunjam, tajam dan dalam, seolah tahu isi hatiku. Aku terperangkap pesonanya. Lalu tangannya memegang pipiku, detak jantungku semakin cepat..semakin cepat…

“Mir Khaaaan...!” sebuah panggilan membuyarkan lamunanku. Aku tergeragap. Sakhrukh cintaku mendadak lenyap.

“Kamu duduk di belakang malah melamun aja. Maju ke depan. Kerjakan soal nomor 5”, begitu perintah Pak Makhrus, guru Matematikaku.

Aku maju ke depan, resah. Seperti pelaku hukuman mati menuju tiang gantungan. Sesampainya di depan papan tulis, aku berbisik pada guruku itu.

“Pak, saya belum paham”, ujarku malu-malu.

“Kerjakan saja, kalau tidak bisa, kamu pakai helm”, begitu jawab PakMakhrus.

Perlahan aku mengotori whiteboard dengan coret-coretanku, penuh keraguan. Sesekali menoleh ke belakang, meminta contekan dari teman.

Matematika adalah pelajaran yang cukup mudah, bila kita mengetahui rumusnya. Sayangnya sedari kecil aku kurang begitu menyukai angka-angka, sehingga merasa sulit mengikuti mata pelajaran ini. Pun ketika kelas satu SMA, guruku galak sekali. Aku pernah mendapat nilai dua untuk ulangan, dan dicecar guruku, Rasanya malu sekali.

Beruntung saat kelas dua dan kelas tiga, guru Matematikaku ganti. Pak Makhrus, bisa membuatku menikmati jam pelajaran berlangsung. Beliau hampir tidak pernah marah. Mengajarkan matematika dengan santai. Apabila tidak mood, beliau tidak akan mengajar lama-lama. Hanya mengajar sebentar, kemudian membawa kami ke kantin, untuk jajan tentunya. Ketika aku bertanya, kenapa membawa kami ke kantin, menurut beliau, berbelanja di kantin adalah aplikasi dari pelajaran matematika juga. Betul juga ya…

Hari ini materi pelajaran matematika tentang bangun ruang. Mudah, bila paham rumusnya. Sayangnya aku lupa tak belajar semalam, dan hari ini jatahku duduk di bangku paling belakang. Nyaman untuk melamun, namun sasaran empuk untuk dipanggil ke depan. Lima belas menit berlalu, aku belum juga menyelesaikan soalku. Aku ingin menyerah. Aku berbalik, menatap guruku. Beliau sedang duduk di kursiku, membuka-buka barang-barangku. Inspeksi.

“Pak, saya nggak bisa”, ujarku, memelas.

Beliau hanya tersenyum. Lalu menanyakan kepada seluruh isi kelas.

“Bagaimana? Mir Mangeskhar tidak bisa mengerjakan soalnya. Harus bagaimana?”,
sambil tersenyum.

Kelas riuh dengan tawa. Yan, temanku, maju meminjamkan helmnya. Sudah menjadi tradisi di kelas beliau, yang tidak bisa menyelesaikan soal yang dikerjakan di depan, harus memakai helm dan berdiri di depan kelas selama jam pelajaran berlangsung. Malu memang, tetapi tidak menyakitkan. Karena hingga akhir semester pasti semua akan mengalaminya, tinggal menunggu giliran saja.

Lima belas menit aku berdiri di atas bangku di depan kelas dekat papan tulis mengenakan helm di depan kelas, menjadi bulan-bulanan teman-teman. Setelah puas mengerjaiku, aku diijinkan kembali ke tempat duduk.

“Makanya, kalau sedang diterangkan, jangan melamun”, begitu sindir beliau ketika aku kembali ke tempat dudukku.

“Ngeliatin foto pacar rahasianya siy…”, lanjutnya sambil terkekeh.

Hah?! Foto apa? Aku bingung. Dan aku segera tahu jawabannya segera setelah aku duduk. Foto Sakhruh Khan idolaku yang biasa kusimpan di dompet, telah berpindah tempat di atas tempat pensilku.
Sebuah catatan di balik foto itu, telah ditambahkan oleh Pak Makhrus.
I Love You.
Aaarggghh…! Malunya jadi kuadrat deh… :) :)

*pernah diikutkan dalam menulis tentang Matematika, event Mbak Nunu El-Fasa*

Senin, 28 Januari 2013

(1)

bening mata air air mata
serupa langit merintik
basahi
pucuk pucuk bambu
seperti kau, basahi hatiku.
 

semburat jingga,
senyum tak bernyawa
aku tiada.


aku bukan orang yang mudah menyerah. untukmu, 
aku akan selalu mencoba
 

Selasa, 22 Januari 2013

yang terkenang

memang, buku adalah teman yang paling setia..
pada dinding pun aku tak percaya
terkadang, dia memiliki telinga
dan tidak bisa menyimpan rahasia.

tapi, padamu tiang aku bisa berbagi hangat
tentang sebuah dekapan
yang dekat.

pecahkan saja jendelanya!
jika pintu tak lagi bisa kau buka
terkadang ada sesuatu yang harus dipaksakan
meski akan melukai buku-buku jemarimu, dan
memberi ekstra beban pada kedua lenganmu.
sebagian orang menyebutnya pengorbanan
beberapa lainnya menyebut ketidakwarasan.

namun, bagimu, seberapa jauh bedanya?



ah, betapa usangnya kenangan. tersimpan
dalam lembar-lembar kekuningan. tak sungguh hilang
dari ingatan. 
semua ini 
hanya tentang rasa yang tak pernah sungguh -sungguh pergi,
kurasa...

(tanpa judul)

Sesungging senyum terlukis di wajahnya ketika motorku berhenti tepat di depan rumah mungilnya.
Kuberikan senyum termanisku untuknya.

“Sugeng Pak.. “, sapaku.
Dibalasnya senyum. Sebagaimana aku tak mengetahui nama dan mengenal baik dirinya, begitu pula dirinya terhadapku. Tapi dia tahu aku. Meski matanya merabun dan telinganya menua. Tapi dia selalu tersenyum kepadaku. Senyum yang tulus dan hangat, tatapan bersahabat. Dari pintu mungil di samping tumpukan kayu bakar yang memenuhi teras kulihat Ibu yang sedang menyelesaikan jahitannya.
“Bu...”, sapaku.
Beliau menoleh. Senyum yang manis itu untukku, hanya untukku kurasa.

“Kalih nggih Pak..” kataku sambil mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahku.

Tak lama lengan cokelat berurat yang seumur hidupnya mencatat sejarah dengan bulir bulir keringat demi keberlangsungan hidup itu mengambil dua botol premium dari sangkarnya. Dalam hitungan detik, habis sudah seluruh isinya masuk ke dalam tangki Mio ku.

“Maturnuwun Pak, monggo Bu..” pamitku berlalu setelah memberikan selembar uang sepuluh ribu.

“Hati-hati Nduk...”

Tak ada yang istimewa.
Sebuah rumah mungil di tepi jalan, sekaligus warung kayu bakar. Dan lima botol premium di dalam sangkar. Sepasang suami istri yang tak bisa dibilang muda lagi. Kembang jambu menutupi kepala. Sudah senja.

Berapa banyak rumah tangga yang masih menggunakan kayu bakar untuk dapurnya?
Berapa banyak motor yang berhenti untuk mengisi bensin di sana?
Berapa banyak orang yang mempercayakan kainnya kepada mata lelah dan tangan yang bergetar karena usia?

Jika kau membeli dua liter bensin di pom bensin, dari sepuluh ribu yang kau berikan akan mendapat kembalian seribu rupiah. Apa artinya seribu rupiah bagimu?

Bagimu mungkin tak terlalu berarti. Untuk retribusi parkir saja terkadang masih kurang. Tapi bagi mereka, mungkin sangat berarti. Keberartian itu bisa kau lihat dari senyuman hangat dan tatapan bersahabat. Dan terkadang, kau akan menjadi dekat dengan mereka dengan cara yang aneh yang tak pernah kau sangka-sangka..

..Bilakah seorang asing akan mendoakan keselamatanmu di jalan sebagaimana mereka mendoakan keselamatanku?..